Tentang Indie, Sekali Lagi



“Kalian tuh ga ada yang jujur! Ngapain jualan CD? Wong jelas kamu jualan CD ama kaos, orang-orang beli kaos kok ga ada yang beli CD. Dengan band yang sama, orang lebih suka beli kaos daripada beli CD. Beli CD cuman bisa nyetel di rumah beli kaos kamu bisa nampang.” -Wok The Rock, 2010 (1)

Label indie (bukan label dalam artian record label, tetapi lebih kepada makna “penamaan”) memang memukau, jiwa pemberontak yang sangat terikat dengan “gejolak kawula muda” – meskipun secara empiris kadang yang memperjuangkan indie ini sudah tidak lagi muda. Untuk meremehkan indie, merendahkannya, adalah pukulan bagi seluruh patriot indie yang membela konsep serta gerakan ini dengan sepenuh hati.

Hal ini membawa saya pada tulisan awal saya – yang secara mengejutkan ditanggapi oleh cukup banyak orang – usaha untuk mendefiniskan indie ternyata memang terbukti tidak mungkin, paling tidak secara etimologis sudah jelas sia-sia.
Shakespeare telah berulang kali dikutip atas tulisannya yang berbunyi: "What's in a name? That which we call a rose? By any other name would smell as sweet." (Shakespeare’s Romeo and Juliet). Lepas dari misnomer (penamaan ganjil) ini, indie (sebagai gerakan) adalah indie bagaimanapun juga. Lepas dari metode distribusinya, atau business model-nya, atau etimologisnya, atau embel-embel lainnya, saat sebuah identitas sudah melekat pada seseorang, akan ada kesulitan untuk menerima bahwa identitas itu tak lagi “murni”.

Read More >>

Related

Music News 7675017238189458683

Post a Comment

Join Us

Twitter

Facebook

Popular Posts

item