Polemik Sulitnya Perizinan Tempat Di Bandung

Layaknya sebuah konser musik pada umumnya, perizinan merupakan hal yang paling mutlak dilakukan oleh para panitia penyelenggara. Bagaikan Romeo dan Juliet, sebuah konser dan perizinan tempat adalah dua hal yang tidak bisa dilepaskan. Keduanya harus selalu berdampingan dan menyatu untuk menjadi sebuah kesatuan acara yang sukses.

Bandung bisa dikatakan merupakan salah satu kota yang cukup banyak menggelar konser dan acara musik (gigs) dari berbagai genre atau aliran. Banyak band dari dalam dan luar negri yang menggelar konsernya di Bandung. Diantaranya second hand serenade, the tamper trap, the S.I.G.I.T, dan lain-lain. Tapi kesuksesan konser-konser tadi tidak terlepas dari yang namanya sebuah perizinan.

Bebrbicara soal perizinan tempat, mungkin Bandung salah satu daearah yang cukup sulit untuk mendapatkan perizinan tempat. Kenapa? Hal ini merupakan akibat dari tragedi yang terjadi sekitar tiga tahun yang lalu di gedung AACC. Tragedi yang dikenal oleh banyak orang sebagai tragedi “Sabtu kelabu.” Tragedi ini menewaskan 11 orang penonton, karena terdesak  dan kehabisan oksigen.

Semenjak kejadian 9 Februari 2008 malam itu, perizininan mulai sulit didapatkan bahkan bagi pihak dan siapa saja yang ingin mengadakan sebuah pagelaran atau konser musik, terlebih musik yang beraliran underground. Sejak saat itu berbagai acara yang berbau musik terlebih musik bawah tanah sempat mangalami “Mati suri” yang cukup lama.

Masalah ini juga menimbulkan stigma negative terhadap aliran musik bawah tanah. Karena tragedy tersebut merupakan acara yang dibuat oleh komunitas dan band beraliran underground yang sedang meluncurkan album terbarunya. Miris memang membayangkan dampak dari tragedi tersebut, sebuah acara musik atau konser yang seharusnya menjadi media berekspresi bagi para seniman musik, harus terhalang akibat dipersulit dan tidak adanya perizinan untuk menyelenggarakan sebuah acara musik.

Namun masalah tersebut segera mendapat tindakan dari berbagai pihak yang mendukung tetap ada dan diizinkanya kembali penyelenggaraan konser dan acara-acara musik di Kota Bandung. Hal ini terbukti dengan diselenggarakannya sebuah diskusi publik untuk mengimbangi opini masyarakat tentang tragedi “sabtu kelabu.”

Seperti yang ditulis oleh Kimung dalam bukunya  yang berjudul Memoar Melawan Lupa, dalam bukunya kali ini, ada banyak hal yang dilakukan untuk membuat perizinan kembali dikeluarkan. Salah satunya adalah Equal fest, sebuah diskusi yang merupakan pintu gerbang untuk hidupnya kembali berbagai konser musik di kota Bandung, diskusi yang semula berkonsep sebuah pagelaran musik “bawah tanah,” disulap menjadi sebuah diskusi publik karana dibekukannya izin keramaian semenjak kejadian AACC.

Diskusi yang membahas bagaimana membangun kreativitas dan apresiasi anak Bandung ini, juga diharapkan bisa menjadi momentum sebagai pembelajaran yang berarti agar tragedi “Sabtu kelabu” tidak terulang kembali. Pemerintahpun ikut turun tangan untuk mempersatukan visi tentang komunitas bawah tanah dan seni kreatif dibandung pasca tragedy AACC. inilah wujud perhatian pemerintah terhadap “kehidupan” komunitsa musik bawah tanah dan masalah perizinan pasca kejadian 9 Februari 2008 lalu.

Namun polemik perizinan tempat masih terus membayangi dunia konser musik di Bandung terlebih musik beraliran underground. Walaupun sudah banyak pihak yang menetralisir berbagai opini tentang tragedy “Sabtu kelabu” yang menjadi faktor paling besar terhadap masalah perizinan konser di Bandung.

Ini seharusnya manjadi pelajaran bagi pemerintah kota Bandung untuk memberikan perhatian lebih terhadap dunia musik, dengan cara tidak mempersulit perizinan pagelaran konser musik, karena musik marupakan daya tarik dan hasil kreatifitas anak muda Bandung yang sangat berpotensi.

Jadi pemerintah harus banyak belajar untuk melihat suatu kejadian tidak hanya dari satu sisi saja, melainkan banyak sisi. Pemerintah dan pihak yang berwenang juga harus  mellihat sisi positif juga ketimbang negatifnya saja, agar tidak mengakibatkan sesuatu yang merugikan seperti dipersulitnya perizinan tempat konser atau acara musik.
by: Adit Kurniawan

Related

Music News 2694835872863904504

Post a Comment

Join Us

Twitter

Facebook

Popular Posts

item